Terlalu Lama Menatap Layar Tingkatkan Risiko Mental Remaja

Kamis, 09 Oktober 2025 | 15:24:55 WIB
Terlalu Lama Menatap Layar Tingkatkan Risiko Mental Remaja

JAKARTA - Di era digital, layar menjadi sahabat sehari-hari bagi remaja, dari ponsel pintar hingga monitor komputer.

Namun, waktu yang dihabiskan menatap layar, entah untuk media sosial, game, atau menonton TV, ternyata menyimpan risiko serius bagi kesehatan mental. Kekhawatiran orang tua tentang dampak negatif layar pada anak-anak mereka kini didukung oleh bukti ilmiah yang semakin kuat.

Berdasarkan meta-analisis terbaru yang melibatkan lebih dari 1,9 juta orang, ditemukan hubungan signifikan antara peningkatan penggunaan media sosial dan munculnya gejala depresi. Meski demikian, para peneliti memperingatkan bahwa hubungan ini tidak sederhana. Faktor lain, termasuk genetika, mungkin memainkan peran penting dalam menentukan seberapa besar risiko gangguan mental akibat waktu layar.

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan pada 2 Oktober 2025 di jurnal Psychiatry Research menganalisis data lebih dari 23.000 remaja Norwegia berusia 14–16 tahun.

Studi ini fokus pada penggunaan layar untuk media sosial, game, dan menonton TV, serta kaitannya dengan berbagai masalah kesehatan mental, termasuk penyalahgunaan zat terlarang, skizofrenia, gangguan bipolar, depresi, kecemasan, gangguan makan, gangguan hiperkinetik, dan gangguan perkembangan pervasif. Dari jumlah peserta, 3.829 orang telah didiagnosis psikiatris, sementara sisanya tidak.

Hasil studi menunjukkan hubungan yang jelas antara waktu layar dan risiko gangguan mental. Pertama, remaja yang menonton TV tiga hingga empat jam atau lebih per hari memiliki peluang lebih tinggi untuk didiagnosis psikiatris dibandingkan dengan remaja yang menonton lebih sedikit. 

Pola yang sama terlihat pada bermain game: remaja dengan durasi bermain tiga hingga empat jam per hari atau lebih memiliki risiko signifikan lebih tinggi dibanding mereka yang bermain lebih singkat. Sebaliknya, mereka yang bermain game paling sedikit cenderung memiliki risiko lebih rendah.

Media sosial menunjukkan pola yang sedikit berbeda. Baik remaja yang menghabiskan waktu paling banyak maupun paling sedikit di media sosial memiliki peluang lebih tinggi untuk didiagnosis psikiatris dibanding kelompok lainnya. Temuan ini menunjukkan bahwa keseimbangan penggunaan media sosial lebih penting daripada sekadar mengurangi durasinya.

Selain diagnosis formal, studi ini juga menilai gejala yang dilaporkan sendiri oleh para remaja. Ditemukan bahwa menatap layar selama tiga hingga empat jam atau lebih per hari terkait dengan skor keparahan gejala gangguan mental yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa dampak waktu layar tidak hanya terlihat dari diagnosa psikiatris, tetapi juga pada keseharian remaja yang melaporkan masalah psikologis secara langsung.

Menariknya, studi ini juga menggunakan data genetik peserta untuk menilai risiko individu terhadap berbagai gangguan mental. Hasilnya, risiko genetik untuk depresi, ADHD, gangguan spektrum autisme, dan anoreksia nervosa menunjukkan hubungan signifikan dengan waktu menatap layar. Artinya, predisposisi genetik dapat diperburuk oleh durasi paparan layar yang berlebihan.

“Gen merupakan faktor yang biasanya tidak dianalisis dalam penelitian mengenai waktu menonton layar dan kesehatan mental, tetapi gen mungkin sangat relevan, karena banyak gangguan kesehatan mental sangat dipengaruhi oleh variasi genetik,” tulis para peneliti. Temuan ini menegaskan bahwa risiko gangguan mental pada remaja tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan digital, tetapi juga oleh faktor biologis yang mendasar.

Dengan temuan ini, orang tua dan pendidik disarankan untuk lebih bijak dalam mengatur waktu layar remaja. Tidak hanya membatasi durasi, tetapi juga memperhatikan kualitas konten yang dikonsumsi. Mengajak anak beraktivitas fisik, berinteraksi secara langsung, dan mengembangkan hobi di luar layar dapat menjadi strategi pencegahan penting.

Selain itu, kesadaran tentang faktor genetik juga penting. Remaja yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mental tertentu mungkin memerlukan perhatian lebih terhadap durasi dan jenis aktivitas layar mereka. Ini menjadi pengingat bahwa pendekatan tunggal untuk semua remaja tidak cukup; perlunya strategi yang disesuaikan dengan kondisi individu menjadi semakin jelas.

Kesimpulannya, terlalu banyak menatap layar bukan sekadar masalah kebiasaan atau gaya hidup, tetapi faktor yang dapat memengaruhi kesehatan mental secara signifikan, terutama pada masa remaja. Dengan kombinasi kesadaran orang tua, pengaturan waktu layar yang bijak, dan perhatian terhadap faktor genetik, risiko gangguan mental dapat diminimalkan, sekaligus mendukung perkembangan psikologis remaja yang lebih sehat.

Terkini