Energi Terbarukan Jadi Penopang Besar Listrik Nasional 2025–2034

Energi Terbarukan Jadi Penopang Besar Listrik Nasional 2025–2034
Energi Terbarukan Jadi Penopang Besar Listrik Nasional 2025–2034

JAKARTA - Indonesia tengah menapaki jalan penting dalam mewujudkan transisi energi bersih. 

Pemerintah menargetkan bahwa sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit listrik selama satu dekade ke depan akan bersumber dari energi baru terbarukan (EBT). 

Dari total 69,5 gigawatt (GW) kapasitas baru yang direncanakan pada 2025–2034, sebanyak 76 persen atau setara 42,1 GW akan berasal dari EBT.

Baca Juga

Harga Tembaga Global Melonjak Akibat Krisis Tambang Freeport

Target ambisius ini tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2025–2034, yang sekaligus menjadi bukti komitmen pemerintah memperkuat ketahanan energi sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

Rincian Sumber Energi

Suroso Isnandar, Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, menjelaskan peta jalan pembangunan listrik nasional dalam acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2025 di Hotel Pullman.

“Pada 2025–2034, kita sudah memprogramkan dari kebutuhan penambahan kapasitas pembangkit listrik yang baru sampai 10 tahun ke depan kita membutuhkan 70 ribu megawatt kurang lebih, itu 76 persen itu diambil dari penambahan kapasitas dari pembangkit EBT termasuk nuklir dan storage,” kata Suroso.

Dari total tambahan kapasitas 42,1 GW, rincian kontribusi energi terbarukan terdiri atas tenaga bayu (7,2 GW), surya (17,1 GW), panas bumi (5,2 GW), hidro (11,7 GW), dan bioenergi (0,9 GW). 

Selain itu, pemerintah juga menyertakan nuklir (0,5 GW) dan storage (10,3 GW) sebagai bagian penting dalam bauran energi bersih.

Sementara itu, energi non-EBT tercatat sebesar 16,6 GW, yang terbagi atas gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW. Meskipun masih ada tambahan pembangkit berbasis fosil, porsinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan EBT.

Komitmen PLN pada Net Zero

Langkah ini dipandang sebagai tonggak baru dalam upaya Indonesia mencapai target net zero emission pada 2060. Menurut Suroso, PLN akan sepenuhnya menjalankan amanah yang telah ditetapkan pemerintah.

“Apa pun yang ada di RUPTL yang telah ditetapkan pemerintah maka PLN harus melakukannya. Ini bukti komitmen kami supaya net zero emission 2060 bisa tercapai,” tegasnya.

Dengan demikian, arah pembangunan listrik nasional kini semakin jelas: menempatkan EBT sebagai tulang punggung sistem ketenagalistrikan Indonesia.

Pandangan Lembaga Independen

Meskipun target tersebut ambisius dan memberi optimisme, tantangan nyata masih menanti. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai bahwa masalah terbesar bukan terletak pada ketersediaan dana.

“Money is not the issue. Kenapa? Kalau kita lihat dalam lima tahun terakhir itu global investment energy naik terus. Laporan IEA (Badan Energi Internasional) itu tahun ini mungkin US$5 miliar, dan lebih dari 60 persen itu ke energi terbarukan,” ungkap Fabby.

Namun, dari porsi investasi global yang sangat besar itu, hanya sedikit yang mengalir ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurutnya, penyebab utama adalah rendahnya kelayakan proyek EBT atau bankability di mata lembaga keuangan.

Tantangan Bankability

“Renewable energy project kenapa lamban karena engga bankable. Kalau buat pelaku usaha, karena kalau saya punya project pun enggak bisa didanai oleh bank. Karena bank melihat tidak bankable. Itu yang menjadi masalah dari tahun ke tahun,” jelas Fabby.

Ia menambahkan, hambatan ini bukan hal baru dan sudah berlangsung cukup lama. Para pengembang menghadapi kesulitan dalam meyakinkan bank maupun investor bahwa proyek energi terbarukan layak untuk dibiayai.

Kondisi tersebut membuat percepatan proyek EBT berjalan lebih lambat dibandingkan dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia. Padahal, dari sisi sumber daya, negeri ini memiliki kekayaan energi surya, bayu, panas bumi, dan hidro yang melimpah.

Regulasi sebagai Pintu Masuk

Fabby menegaskan bahwa faktor kebijakan dan regulasi sangat menentukan. “Salah satunya adalah karena kebijakan dan regulasi kita. Dan memang ada progres untuk memperbaiki itu,” katanya.

Menurutnya, perbaikan regulasi dapat membuka peluang lebih besar bagi proyek energi terbarukan. Dengan aturan yang jelas dan mendukung, proyek-proyek tersebut akan lebih mudah memperoleh pembiayaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Pemerintah perlu memberikan kepastian harga, jaminan kontrak jangka panjang, dan penyederhanaan prosedur perizinan agar proyek EBT lebih menarik bagi investor. Dengan begitu, potensi besar yang ada bisa benar-benar dimanfaatkan secara optimal.

Implikasi Bagi Ekonomi dan Lingkungan

Target penambahan 42,1 GW dari EBT bukan sekadar angka di atas kertas. Penerapannya akan berdampak langsung pada masyarakat, industri, dan lingkungan hidup.

Jika berjalan sesuai rencana, Indonesia akan memiliki sistem ketenagalistrikan yang lebih hijau dan andal. Emisi karbon dapat ditekan, kualitas udara membaik, dan ketergantungan pada bahan bakar fosil berkurang signifikan.

Selain itu, sektor industri juga akan mendapatkan pasokan listrik bersih yang stabil. Hal ini akan memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama dengan semakin banyaknya negara yang mensyaratkan standar rendah emisi dalam rantai pasok.

Dekade Penting Energi Bersih

Periode 2025–2034 diprediksi menjadi dekade krusial bagi transformasi energi Indonesia. Dengan menempatkan EBT sebagai pilar utama, pemerintah ingin menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi bisa berjalan seiring dengan keberlanjutan lingkungan.

Tantangan dalam aspek investasi dan regulasi memang nyata, tetapi peluang yang terbuka juga sangat besar. 

Jika strategi ini dijalankan konsisten, Indonesia bukan hanya mencapai ketahanan energi, tetapi juga mampu memberi kontribusi besar dalam agenda global melawan perubahan iklim.

Optimisme ke Depan

Komitmen PLN dan pemerintah menunjukkan arah yang jelas menuju masa depan energi bersih. Dukungan regulasi yang lebih kuat, kemudahan akses pendanaan, serta kerja sama internasional akan menentukan keberhasilan program ini.

Dengan target 42,1 GW tambahan kapasitas EBT, Indonesia dapat menjadikan transisi energi sebagai motor pertumbuhan baru. Dari sisi ekonomi, lapangan kerja baru akan tercipta. 

Dari sisi sosial, masyarakat akan mendapat akses listrik yang lebih andal. Dan dari sisi lingkungan, kontribusi terhadap pengurangan emisi global semakin nyata.

Langkah besar ini bukan hanya tentang menambah kapasitas listrik, tetapi juga tentang membangun warisan berharga bagi generasi mendatang.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Update Harga BBM Pertamina Oktober 2025 Seluruh Indonesia

Update Harga BBM Pertamina Oktober 2025 Seluruh Indonesia

Harga Minyak, Batu Bara, dan Logam Terbaru Oktober 2025

Harga Minyak, Batu Bara, dan Logam Terbaru Oktober 2025

5 Pilihan Rumah Murah Strategis di Lhokseumawe Untuk Investasi

5 Pilihan Rumah Murah Strategis di Lhokseumawe Untuk Investasi

Rekrutmen Pegawai BPKH 2025: Posisi dan Persyaratan Terbaru Dibuka

Rekrutmen Pegawai BPKH 2025: Posisi dan Persyaratan Terbaru Dibuka

Antrean KJP Pasar Jaya 2025: Cara, Link, dan Persyaratan Lengkap

Antrean KJP Pasar Jaya 2025: Cara, Link, dan Persyaratan Lengkap